Media ISIS - Ayam Bakar Wong Solo tetap sustain di tengah kepungan
waralaba asing yang mengusung ayam. Apa kiat sukses franchise ayam bakar ini
hingga terus bertahan dan sustain?
Persaingan dunia kuliner ayam
di industri franchise semakin ketat. Apalagi belakangan ini banyak waralaba
ayam dari Korea yang masuk ke Indonesia. Tidak heran jika banyak pemain
waralaba yang berguguran. Hanya segelintir saja pemain franchise ayam lokal
yang bertahan
Ayam Bakar Wong Solo (ABWS) adalah salah satu dari segelintir itu merek franchise kuliner ayam yang masih bertahan tetap sustain. Restoran yang berdiri pada 1991 ini tetap menunjukan keperkasaanya meski dikepung oleh waralaba asing. Bahkan merek ini terus berjihad untuk mempertahankan gerainya yang sukses di Malaysia, walaupun gerai-gerai ayam, lele yang sama asal Indonesia yang sudah masuk ke Malaysia semua tumbang. Setelah sukses di Malaysia, bulan Haji ini buka di Jeddah.
Sampai kini, ABWS tetap
konsisten mengembangkan gerainya ke berbagai pelosok daerah Indonesia hingga
memiliki ratusan gerai. Beberapa gerainya sudah berada di kota
–kota Sumatera, Kalimantan, Bali, Jawa, Sulawesi, Papua, Mataram dan sebagainya.
Yang membanggakan, rata-rata
gerai ayam ABWS tersebut selalu ramai dikunjungi customer. Dalam sehari rata-rata pengunjung yang
datang ke gerai ABWS sekitar 1000-2000. Belum lagi nasi kotak yang memang
menjadi andalaanya yang bisa habis sekitar 300-500 buah.
Puspo Wardoyo, Owner Ayam
Bakar Wong Solo mengakui tidak mudah bertahan dan terus mengembangkan pasar
ayam bakar di tengah gempuran asing saat ini. Selain butuh kerja keras dan effort bisnis yang kuat, pemain
franchise juga harus punya pengalaman untuk bisa masuk ke suatu daerah.
“Sebagai merek lokal kita
punya pengalaman menguasai pasar daerah. Jangan sampai kalah dengan merek
franchise ayam luar negeri yang sudah
menjalar ke berbagai daerah sampai sudah masuk ke tingkat kecamatan
kabupaten,ini akan berbahaya karena ayam khas Indonesia akan hilang.” ujar Puspo Wardoyo.
Seperti di Papua,
katanya, ABWS juga
harus tahu betul karakteristrik budaya dan aturan di sana. “Di sana aturan yang
masih kuat hukum adat, maka saya harus bisa melakukan pendekatan kepada ketua
adat disana,” ujarnya.
Yang kedua, lanjut
dia, untuk bisa bertahan, ABWS
memiliki sentral logistik dan training
center di daerah tertentu untuk mengirim keperluan usaha yang akan buka di
suatu daerah. Sehingga bisa men-support
gerai yang baru buka. Fungsinya training center untuk mensuplai
tenaga SDM yang berkualitas di daerah, dan gunanya
pusat logistrik itu untuk
pengiriman barang di daerah terdekat, “jadi tidak lama dan mahal
biayanya,” tandasnya
Ketiga, kata
Puspo
lagi, AWBS selalu tegas dalam
memberikan standar gerai baru sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
franchisor. “Jadi kalau di manapun daerahnya, standar luas gerainya harus sama.
Itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena kalau gerainya kecil atau tempat
duduknya tidak luas dan nyaman, juga desain geranya tidak enak dilihat, itu
tidak berhasil. Sebab kita sudah pengalaman,” tandasnya.
Keempat, lokasi usaha yang
akan berdiri harus benar-benar sesuai dengan kriteria tim survei kita. Pasalnya,
ABWS punya tim survei berpengalaman yang sudah tahu mana lokasi yang bagus dan
mana yang jelek. “Traffic-nya harus dilihat, posisinya juga harus
diperhatikan, tempat parkirnya juga harus luas,” kata Puspo.
Kelima, memelihara dan
memaksimalkan gerai franchisee yang sudah bergabung. “Jangan sampai franchisee
ditinggalkan begitu saja ketika sudah bergabung dengan kita. Karena banyak
franchisor yang agresif mengembangkan gerai baru, sementara gerai franchisee
dilupakan. Sehingga kualitas produk, layanan serta omsetnya tidak maksimal
karena jarang diperhatikan franchisornya,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar